Konsep Dinul Islam
Pengertian Dinul Islam
Secara
etimologis banyak pengertian tentang din salah satunya adalah kata din
berasal dari kata dana – yadinu – dinan mempunyai arti agama,
kepercayaan, tauhid, ibadah, ketaatan (Munawwir, 1997: 437). Dari banyak
pengertian yang ada dapat disimpulkan bahwa secara etimologis perkataan din mengacu
kepada makna yang menunjukkan hubungan timbal balik antara kedua belah pihak
antara pihak Allah pemilik kekuasaan perintah dan hukum dan pihak manusia yang
memiliki sikap merendahkan diri dan tunduk.
Secara
terminologis salah satu pengertian din seperti yang didefinisikan Muhammad
Abdullah Darraz, din yakni peraturan Ilahi yang mengantarkan orang-orang
yang berakal sehat atas kehendak mereka sendiri menuju kebahagiaan dunia dan
akhirat (Darraz, 1970: 33). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, din yang
bermakna agama didefinisikan sebagai ajaran, sistem yang mengatur keimanan
(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah
yang berhubungan dengan pergaulan manusia serta lingkungannya (Tim Penyusun,
2008: 12).
Baca juga: Konsep Pendidikan Islam
Rangkaian
kata din dan Islam ini membentuk kata majemuk din al-Islam dan
kata inilah yang kemudian populer sebagai sebutan agama Islam. Sebutan din
al-Islam merupakan bentuk hukum-hukum-Nya (sunnatullah) yang
bersifat top down dan taken for granted (diterima jadi) atau
disebut dengan syariah yakni ketundukan, kepasrahan seluruh manusia dan alam
semesta kepada Allah yang bersifat bottom up yang penerapannya
disesuaikan dengan kemampuan manusia.
Sistem Ajaran Islam
Sistem
Islam seperti terangkum dalam percakapan antara malaikat Jibril dengan
Rasulullah saw. yang diriwayatkan dari Umar ibn Khaththab:
Pada suatu hari ketika Nabi saw. bersama
kaum muslimin, datang seorang pria menghampiri Nabi saw. dan bertanya:
“Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan iman?” Nabi menjawab: “Kamu percaya
kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab yang diturunkan Allah, hari pertemuan
dengan Allah, para Rasul yang diutus Allah, dan terjadinya peristiwa
kebangkitan manusia dari alam kubur untuk diminta pertanggungjawaban perbuatan
oleh Allah”. Pria itu bertanya lagi: “Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud
dengan Islam?” Nabi menjawab: “Kamu melakukan ibadah kepada Allah dan tidak
menyekutukan-Nya, mendirikan salat fardlu, mengeluarkan harta zakat, dan
berpuasa di bulan Ramadhan”. Pria itu kembali bertanya: “Wahai Rasulullah, apa
yang dimaksud ihsan?” Nabi menjawab: “Kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kamu
melihat-Nya. Apabila kamu tidak mampu melihat-Nya, yakinlah bahwa Allah melihat
perbuatan ibadahmu”... (H.R. Muslim).
Baca juga: Konsep Ibadah dalam Islam
Baca juga: Konsep Ibadah dalam Islam
Dalam hadis di atas Jibril menanyakan kepada Rasulullah saw.
tentang iman, Islam, dan ihsan. Pertama, Jibril menanyakan tentang konsep Islam
yang dijawab Rasulullah saw. dengan rukun Islam yakni bersaksi bahwa tidak ada
Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan salat, menunaikan
zakat, melaksanakan puasa di bulan Ramadhan, dan haji ke baitullah jika mampu.
Jibril kemudian menanyakan tentang konsep iman yang selanjutnya dijawab oleh
Rasulullah saw. seperti dalam rukun iman, yakni beriman kepada Allah, beriman
kepada malaikat-malaikat Allah, beriman kepada kitab-kitab Allah, beriman
kepada rasul-rasul Allah, beriman kepada hari kiamat, dan beriman kepada
ketentuan yang baik dan buruk dari Allah Swt. Terakhir Jibril menanyakan
tentang konsep ihsan yang dijawab Rasulullah saw. bahwasannya ihsan yakni
menyembah (beribadah) kepada Allah seolah-olah melihat-Nya dan jika tidak bisa
melihat Allah maka harus diyakini bahwa Allah senantiasa melihatnya. Dari ketiga
konsep dasar ini para ulama mengembangkannya menjadi tiga konsep kajian. Konsep
iman melahirkan kajian tentang aqidah, konsep Islam melahirkan kajian tentang
syariah, dan konsep ihsan melahirkan kajian tentang akhlak (Marzuki, 2009: 2).
Pada kajian akidah dimuat pembahasan tentang rukun iman, rukun
Islam, dan ihsan. Kajian syariah yang bersumber pada Alquran, Hadis, dan
ijtihad memuat pembahasan tentang hukum-hukum. Sedangkan kajian akhlak memuat
pembahasan tentang akhlak kepada Allah, akhlak kepada Rasulullah, akhlak kepada
Alquran, akhlak kepada diri sendiri, akhlak kepada keluarga, akhlak kepada
tetangga, akhlak kepada orang lain (muslim dan nonmuslim), akhlak kepada pemerintah,
akhlak kepada lingkungan, dan sebagainya (Marzuki, 2009: 8-10).
Karakteristik Dinul Islam
Yusuf Qardhawy dalam bukunya Khashaais Al-‘Ammah lil Islam menyebutkan
bahwa karakteristik ajaran Islam itu terdiri dari tujuh hal penting yang tidak
terdapat dalam agama lain dan ini pula yang menjadi salah satu sebab mengapa
hingga sekarang begitu banyak orang yang tertarik kepada Islam sehingga mereka
menyatakan diri masuk ke dalam Islam (Qardhawy, 2003: 1). Ini pula yang menjadi
sebab mengapa hanya Islam satu-satunya agama yang tidak takut dengan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu, ketujuh karakteristik ajaran Islam
sangat penting untuk dipahami.
1.
Rabbaniyyah
Allah
Swt. merupakan Rabbul alamin (Tuhan semesta alam), disebut juga dengan Rabbun
nas (Tuhan manusia) dan banyak lagi sebutan lainnya.
2.
Insaniyyah
Islam
merupakan agama yang diturunkan untuk manusia, karena itu Islam merupakan
satu-satunya agama yang cocok dengan fitrah manusia.
3.
Syumuliyah
Islam
merupakan agama yang lengkap, tidak hanya mengutamakan satu aspek lalu
mengabaikan aspek lainnya.
4.
Al-Waqi’iyyah
Karakteristik
lain dari ajaran Islam adalah al-waqi’iyyah (realistis), ini menunjukkan
bahwa Islam merupakan agama yang dapat diamalkan oleh manusia atau dengan kata
lain dapat direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
5.
Al-Wasathiyyah
Allah
Swt menyebutkan bahwa umat Islam adalah ummatan wasathan (umat yang
pertengahan), umat yang seimbang dalam beramal, baik yang menyangkut pemenuhan
terhadap kebutuhan jasmani dan akal pikiran maupun kebutuhan ruhani.
6.
Al-Wudhuh
Karakteristik
penting lainnya dari ajaran Islam adalah konsepnya yang jelas (al-wudhuh).
7.
Al-Jam’u bainats Tsabat wal Murunnah
Di
dalam Islam tergabung juga ajaran yang permanen dengan yang fleksibel (al-jam’u
bainats-tsabat wal murunnah).
Baca juga: Konsep dan Pembinaan Keimanan
Islam Agama Rahmatan Lil‘alamin
Pengertian Rahmatan Lil‘alamin
Dalam firman Allah Q.S. Al-Saba’ (34): 28 yang artinya: “Dan
Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai
pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan
manusia tiada mengetahui” dan Q.S. Ali Imran (3): 64 yang artinya, Katakanlah:
“Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang
tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali
Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula)
sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah.” Jika
mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah
orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.
Pernyataan dalam ayat di atas menjelaskan bahwa Islam merupakan
agama seluruh umat manusia. Diutusnya Nabi Muhammad saw. merupakan rahmat bagi
seluruh alam yang dikuatkan oleh firman Allah Swt. yang berbunyi:
Kami tidak mengutus engkau, wahai Muhammad,
melainkan sebagai rahmat bagi seluruh manusia (Q.S.
Al-Anbiya, 21: 107).
Kata rahmat dalam ayat tersebut di atas rupanya menjadi
sorotan para pemerhati tafsir (mufassir). Kata rahmat secara
etimologis seperti dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai belas
kasih, karunia dan berkah Allah (Tim Penyusun, 2008: 921). Sedangkan secara
terminologis kata rahmat dapat dicermati dari pendapat beberapa ahli
tafsir seperti Ibnu Mandzur misalnya, memandang kata rahmat hanya
diberikan kepada orang terpilih yakni Nabi Muhammad saw. (Mandzur, tt: 1612).
Bukti-bukti Islam Agama Rahmatan Lil’alamin
Tidak diragukan bahwa din al-Islam merupakan agama rahmatan
lil ’alamin yakni agama yang membawa misi kasih sayang yang bisa merahmati
siapa saja, kepada manusia bahkan makhluk lainnya. Bukti Islam sebagai agama rahmatan
lil ’alamin di antaranya tampak pada muatan Ilmu Pengetahuan (sains) dalam
Alquran yang menunjukkan adanya sinergitas antara ayat qauliyah (Alquran)
dengan ayat kauniyah (alam semesta), antara agama dan sains.
Hubungan yang sinergis ini telah diteliti oleh ilmuwan muslim maupun nonmuslim.
Peralatan-peralatan yang canggih memungkinkan orang Eropa menemukan astrolabe,
kuadran, navigasi yang telah dikembangkan oleh umat Islam, seperti contoh
berikut :
a.
Bumi Berbentuk Bulat Telur
b.
Geografi Modern
c.
Sikap Muslim terhadap Pluralitas Agama
d.
Sikap Muslim terhadap Khilafiah
Sumber: Sudrajat,
Ajat dkk. 2016. Dinul Islam. Yogyakarta: UNY Press
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya. Tinggalkan komentar dengan bahasa yang sopan.