Ekka Blog: Dinul Islam

MenuBar

12 January 2019

Dinul Islam

Konsep Dinul Islam


Pengertian Dinul Islam

Secara etimologis banyak pengertian tentang din salah satunya adalah kata din berasal dari kata dana – yadinu – dinan mempunyai arti agama, kepercayaan, tauhid, ibadah, ketaatan (Munawwir, 1997: 437). Dari banyak pengertian yang ada dapat disimpulkan bahwa secara etimologis perkataan din mengacu kepada makna yang menunjukkan hubungan timbal balik antara kedua belah pihak antara pihak Allah pemilik kekuasaan perintah dan hukum dan pihak manusia yang memiliki sikap merendahkan diri dan tunduk.
Secara terminologis salah satu pengertian din seperti yang didefinisikan Muhammad Abdullah Darraz, din yakni peraturan Ilahi yang mengantarkan orang-orang yang berakal sehat atas kehendak mereka sendiri menuju kebahagiaan dunia dan akhirat (Darraz, 1970: 33). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, din yang bermakna agama didefinisikan sebagai ajaran, sistem yang mengatur keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia serta lingkungannya (Tim Penyusun, 2008: 12).


Selanjutnya kata Islam berasal dari huruf-huruf sin, lam dan mim (م - ل - س). Secara etimologis kata Islam merupakan kata turunan dari kata salima-yaslamu-salamun wa salamatun . Kata dasar salima berarti sejahtera, tidak tercela, dan tidak cacat. Dari kata itu terbentuk kata masdar, salamat yang dalam bahasa Indonesia menjadi selamat. Dari perkataan salamat, timbul ungkapan assalamu’alaikum yang telah membudaya dalam masyarakat Indonesia. Artinya mengandung doa dan harapan semoga anda selamat, damai, dan sejahtera (Ali, 2000: 49-50).
Rangkaian kata din dan Islam ini membentuk kata majemuk din al-Islam dan kata inilah yang kemudian populer sebagai sebutan agama Islam. Sebutan din al-Islam merupakan bentuk hukum-hukum-Nya (sunnatullah) yang bersifat top down dan taken for granted (diterima jadi) atau disebut dengan syariah yakni ketundukan, kepasrahan seluruh manusia dan alam semesta kepada Allah yang bersifat bottom up yang penerapannya disesuaikan dengan kemampuan manusia.

Sistem Ajaran Islam

Sistem Islam seperti terangkum dalam percakapan antara malaikat Jibril dengan Rasulullah saw. yang diriwayatkan dari Umar ibn Khaththab:
Pada suatu hari ketika Nabi saw. bersama kaum muslimin, datang seorang pria menghampiri Nabi saw. dan bertanya: “Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan iman?” Nabi menjawab: “Kamu percaya kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab yang diturunkan Allah, hari pertemuan dengan Allah, para Rasul yang diutus Allah, dan terjadinya peristiwa kebangkitan manusia dari alam kubur untuk diminta pertanggungjawaban perbuatan oleh Allah”. Pria itu bertanya lagi: “Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan Islam?” Nabi menjawab: “Kamu melakukan ibadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya, mendirikan salat fardlu, mengeluarkan harta zakat, dan berpuasa di bulan Ramadhan”. Pria itu kembali bertanya: “Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud ihsan?” Nabi menjawab: “Kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihat-Nya. Apabila kamu tidak mampu melihat-Nya, yakinlah bahwa Allah melihat perbuatan ibadahmu”... (H.R. Muslim).

Baca juga: Konsep Ibadah dalam Islam

Dalam hadis di atas Jibril menanyakan kepada Rasulullah saw. tentang iman, Islam, dan ihsan. Pertama, Jibril menanyakan tentang konsep Islam yang dijawab Rasulullah saw. dengan rukun Islam yakni bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan salat, menunaikan zakat, melaksanakan puasa di bulan Ramadhan, dan haji ke baitullah jika mampu. Jibril kemudian menanyakan tentang konsep iman yang selanjutnya dijawab oleh Rasulullah saw. seperti dalam rukun iman, yakni beriman kepada Allah, beriman kepada malaikat-malaikat Allah, beriman kepada kitab-kitab Allah, beriman kepada rasul-rasul Allah, beriman kepada hari kiamat, dan beriman kepada ketentuan yang baik dan buruk dari Allah Swt. Terakhir Jibril menanyakan tentang konsep ihsan yang dijawab Rasulullah saw. bahwasannya ihsan yakni menyembah (beribadah) kepada Allah seolah-olah melihat-Nya dan jika tidak bisa melihat Allah maka harus diyakini bahwa Allah senantiasa melihatnya. Dari ketiga konsep dasar ini para ulama mengembangkannya menjadi tiga konsep kajian. Konsep iman melahirkan kajian tentang aqidah, konsep Islam melahirkan kajian tentang syariah, dan konsep ihsan melahirkan kajian tentang akhlak (Marzuki, 2009: 2).
Pada kajian akidah dimuat pembahasan tentang rukun iman, rukun Islam, dan ihsan. Kajian syariah yang bersumber pada Alquran, Hadis, dan ijtihad memuat pembahasan tentang hukum-hukum. Sedangkan kajian akhlak memuat pembahasan tentang akhlak kepada Allah, akhlak kepada Rasulullah, akhlak kepada Alquran, akhlak kepada diri sendiri, akhlak kepada keluarga, akhlak kepada tetangga, akhlak kepada orang lain (muslim dan nonmuslim), akhlak kepada pemerintah, akhlak kepada lingkungan, dan sebagainya (Marzuki, 2009: 8-10).

Karakteristik Dinul Islam

Yusuf Qardhawy dalam bukunya Khashaais Al-‘Ammah lil Islam menyebutkan bahwa karakteristik ajaran Islam itu terdiri dari tujuh hal penting yang tidak terdapat dalam agama lain dan ini pula yang menjadi salah satu sebab mengapa hingga sekarang begitu banyak orang yang tertarik kepada Islam sehingga mereka menyatakan diri masuk ke dalam Islam (Qardhawy, 2003: 1). Ini pula yang menjadi sebab mengapa hanya Islam satu-satunya agama yang tidak takut dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu, ketujuh karakteristik ajaran Islam sangat penting untuk dipahami.
1.       Rabbaniyyah
Allah Swt. merupakan Rabbul alamin (Tuhan semesta alam), disebut juga dengan Rabbun nas (Tuhan manusia) dan banyak lagi sebutan lainnya.
2.       Insaniyyah
Islam merupakan agama yang diturunkan untuk manusia, karena itu Islam merupakan satu-satunya agama yang cocok dengan fitrah manusia.
3.       Syumuliyah
Islam merupakan agama yang lengkap, tidak hanya mengutamakan satu aspek lalu mengabaikan aspek lainnya.
4.       Al-Waqi’iyyah
Karakteristik lain dari ajaran Islam adalah al-waqi’iyyah (realistis), ini menunjukkan bahwa Islam merupakan agama yang dapat diamalkan oleh manusia atau dengan kata lain dapat direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
5.       Al-Wasathiyyah
Allah Swt menyebutkan bahwa umat Islam adalah ummatan wasathan (umat yang pertengahan), umat yang seimbang dalam beramal, baik yang menyangkut pemenuhan terhadap kebutuhan jasmani dan akal pikiran maupun kebutuhan ruhani.
6.       Al-Wudhuh
Karakteristik penting lainnya dari ajaran Islam adalah konsepnya yang jelas (al-wudhuh).
7.       Al-Jam’u bainats Tsabat wal Murunnah
Di dalam Islam tergabung juga ajaran yang permanen dengan yang fleksibel (al-jam’u bainats-tsabat wal murunnah).

Islam Agama Rahmatan Lil‘alamin

Pengertian Rahmatan Lil‘alamin

Dalam firman Allah Q.S. Al-Saba’ (34): 28 yang artinya: “Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui” dan Q.S. Ali Imran (3): 64 yang artinya, Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah.” Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.
Pernyataan dalam ayat di atas menjelaskan bahwa Islam merupakan agama seluruh umat manusia. Diutusnya Nabi Muhammad saw. merupakan rahmat bagi seluruh alam yang dikuatkan oleh firman Allah Swt. yang berbunyi:
Kami tidak mengutus engkau, wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh manusia (Q.S. Al-Anbiya, 21: 107).
Kata rahmat dalam ayat tersebut di atas rupanya menjadi sorotan para pemerhati tafsir (mufassir). Kata rahmat secara etimologis seperti dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai belas kasih, karunia dan berkah Allah (Tim Penyusun, 2008: 921). Sedangkan secara terminologis kata rahmat dapat dicermati dari pendapat beberapa ahli tafsir seperti Ibnu Mandzur misalnya, memandang kata rahmat hanya diberikan kepada orang terpilih yakni Nabi Muhammad saw. (Mandzur, tt: 1612).

Bukti-bukti Islam Agama Rahmatan Lil’alamin

Tidak diragukan bahwa din al-Islam merupakan agama rahmatan lil ’alamin yakni agama yang membawa misi kasih sayang yang bisa merahmati siapa saja, kepada manusia bahkan makhluk lainnya. Bukti Islam sebagai agama rahmatan lil ’alamin di antaranya tampak pada muatan Ilmu Pengetahuan (sains) dalam Alquran yang menunjukkan adanya sinergitas antara ayat qauliyah (Alquran) dengan ayat kauniyah (alam semesta), antara agama dan sains. Hubungan yang sinergis ini telah diteliti oleh ilmuwan muslim maupun nonmuslim. Peralatan-peralatan yang canggih memungkinkan orang Eropa menemukan astrolabe, kuadran, navigasi yang telah dikembangkan oleh umat Islam, seperti contoh berikut :
a.      Bumi Berbentuk Bulat Telur
b.      Geografi Modern
c.      Sikap Muslim terhadap Pluralitas Agama
d.      Sikap Muslim terhadap Khilafiah



Sumber: Sudrajat, Ajat dkk. 2016. Dinul Islam. Yogyakarta: UNY Press


No comments:

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya. Tinggalkan komentar dengan bahasa yang sopan.