Pandangan tentang Manusia
Manusia dalam Alquran
Ada
dua kata dalam Alquran yang berarti manusia, yaitu kata insan dan basyar
(Shihab, 1996: 277). Kata insan berasal dari kata uns yang
berarti jinak, harmonis, dan tampak. Kata basyar berasal dari akar kata
yang pada mulanya berarti penampakkan sesuatu dengan baik dan indah.
Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti kulit. Manusia
dinamai basyar karena kulitnya tampak jelas, dan berbeda dengan kulit
binatang yang lain.
وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمّ إِذَا أَنْتُمْ بَشَرٌ تَنْتَشِرُونَ
Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan kamu dari tanah, Kemudian tiba-tiba kamu
(menjadi) manusia yang berkembang biak (Q.S. Al-Rum, 30: 20).
Kata basyar diartikan dengan berkembang biak menunjukkan
bahwa manusia memikul tanggung jawab dalam kehidupannya. Karena itu, tugas
kekhalifahan dibebankan kepada .
Manusia dalam Perspektif Kebudayaan
Ada ungkapan filosofis yang berbunyi :
“Kenalilah dirimu sendiri”. Mendengar ungkapan perintah ini pasti ada pendapat
yang berbeda tentang manusia. Sokrates misalnya mendekati manusia sebagai
individu, sementara menurut Plato manusia harus dipelajari dari sudut kehidupan
sosial dan politiknya. Namun, kehidupan politik bukanlah satu-satunya hidup
komunal manusia (Cassirer, 1944: 97). Comte mengatakan bahwa “mengenal diri
adalah mengenal sejarah”. Selanjutnya ia menyatakan bahwa untuk mengerti
manusia tidak cukup apabila hanya dilihat dari sudut fisika, kimia, dan biologi
saja.
Baca juga: Masyarakat Madani
Pandangan tentang Agama
Beberapa ahli menyatakan bahwa bukan
persoalan yang gampang dan mudah untuk membuat rumusan pengertian atau definisi
agama yang dapat menampung semua jenis agama yang ada. Untuk menuju kepada
pengertian atau definisi agama, ada baiknya terlebih dahulu melihat
pengertian-pengertian yang ada di sekitar istilah yang selama ini dipakai untuk
menyebut keyakinan yang dianut oleh umat manusia. Istilah-istilah itu adalah
agama, religion, dan al-din.
1.
Agama
Kata agama berasal dari bahasa Sansekerta untuk menunjuk
kepercayaan agama Hindu dan Buddha. Dalam perkembangannya kata ini diserap ke
dalam bahasa Indonesia dan dipakai untuk menyebut kepercayaan yang ada di
Indonesia secara umum. Ada beberapa ahli agama yang memberikan arti terhadap
kata ini, antara lain menurut Harun Nasution, agama berasal dari kata A dan
Gam. A diartikan tidak dan gam diartikan pergi.
Jadi agama secara harfiah berarti tidak pergi.
Agama berarti teks atau kitab suci. Disebut demikian karena semua
ajaran agama terdapat dalam kitab-kitab suci agama. Pada umumnya agama-agama
memiliki kitab suci. Selanjutnya dikatakan bahwa gam berarti tuntunan.
Inti agama adalah adanya seperangkat aturan. Oleh karena itu, setiap agama
membawa ajaran-ajaran yang akan menjadi tuntunan hidup para pemeluknya
(Nasution, 1979: 9; Shihab, 2001: 52).
2.
Religion
Kata religion (bahasa Inggris) dan religie (bahasa Belanda)
berasal dari bahasa Latin. Ada dua kata yang menjadi akar dari kata religion,
yaitu religere dan religare. Pertama, kata religere menurut
Cicero berarti to treat carefully (melakukan perbuatan dengan penuh
kehati-hatian). Kata religere juga mengandung arti mengumpulkan atau
membaca. Kedua, kata religion berasal dari bahasa Latin religare.
Kata religare menurut Lactantius berarti to bind together (mengikat
menjadi satu atau perikatan bersama). Ikatan di sini bisa berarti komunal,
yaitu bahwa agama merupakan ikatan kependetaan atau ikatan orang-orang suci
yang bebas dari dosa atau berusaha untuk membebaskan diri dari dosa. Di sisi
lain bahwa agama membawa ajaran yang berbentuk aturan, dan bahwasanya
aturan-aturan itu mengikat kepada para pemeluknya (Nasution, 1979: 10).
3.
Al-Din
Kata Din yang merupakan kumpulan huruf dal, ya, dan nun
dalam bahasa Arab mempunyai banyak arti. Din dalam bahasa Semit
berarti undang-undang atau hukum. Sementara itu dalam bahasa Arab kata din mengandung
arti: menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan, dan kebiasaan. Secara
keseluruhan din berarti peraturan-peraturan yang merupakan hukum yang
harus dipatuhi. Din juga berarti membawa kewajiban-kewajiban yang kalau
tidak dijalankan akan menjadi hutang bagi pengikutnya. Pada saat yang sama
adanya kewajiban tersebut berakibat akan adanya balasan. Karena seringnya suatu
perbuatan dilakukan, maka perbuatan itu kemudian menjadi kebiasaan (Nasution,
1979: 9).
Menurut Naquib al-Atas arti dasar dari istilah din dapat
dipadatkan menjadi empat, yaitu: a. keadaan berhutang, b. kepatuhan, c.
kecenderungan atau tendensi alamiah, dan d. kekuasaan yang bijaksana (Gauhar,
1982: 36).
Baca juga: Konsep dan Pembinaan Keimanan
Teori Asal Usul Agama
Terkait dengan relasi antara manusia
dan agama, ada beberapa teori mengenai benih kepenganutan manusia terhadap
agama dan juga teori mengenai kepercayaan keagamaan yang dipandang paling tua. Setidaknya
ada dua cara pandang mengenai keberagamaan manusia. Satu pihak mengatakan bahwa
agama merupakan keinginan Tuhan untuk menyelamatkan kehidupan manusia. Karena
kasihnya itu, manusia ditunjuki jalan menuju keselamatan hidup. Di pihak lain
agama merupakan cara manusia untuk mencari keselamatan dengan menyandarkan
kehidupannya kepada kehendak Tuhan.
Cara pandang kedua diwakili oleh
adanya pendapat yang menyatakan bahwa benih yang melahirkan agama adalah karena
rasa takut yang menyertai hidup manusia. Agama bermula dari tanggapan
manusia terhadap kebutuhan-kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi sepenuhnya di
dunia ini. Kebutuhan dasar manusia (primitif) adalah keamanan terhadap berbagai
ancaman, apapun bentuknya, baik lahiriah atau ruhaniah (Thouless, 1992: 105)
Unsur-unsur Pokok Agama
Secara umum Joachim Wach mengemukakan
adanya tiga unsur pokok ungkapan pengalaman keagamaan. Ketiga pokok ungkapan
pengalaman itu adalah ungkapan pengalaman keagamaan dalam bentuk pemikiran,
tindakan, dan persekutuan. Versi lain mengenai unsur-unsur pokok agama meliputi
beberapa aspek sebagai berikut.
1.
Emosi keagamaan.
2.
Sistem keyakinan.
3.
Sistem ritus dan upacara keagamaan.
4.
Peralatan dan tempat pelaksanaan ritus
keagamaan.
5.
Kelompok pemeluk.
Baca juga: Dinul Islam
Klasifikasi Agama
Ada berbagai klasifikasi agama yang
dibuat oleh para ahli. Tetapi harus dipahami bahwa pembuatan klasifikasi
tersebut tidaklah bersifat mutlak. Boleh jadi model klasifikasi tertentu
memperlihatkan kecenderungan keagamaan yang dimiliki pembuatnya. Oleh karena itu,
suatu klasifikasi bisa saja tidak dapat diterima secara umum oleh semua
pengikut agama. Sebagai contoh dikemukakan di sini model klasifikasi
Al-Masdoosi. Dalam bukunya Living Religion of the World al-Masdoosi
mengklasifikasikan agama ke dalam: 1. revealed and non-revealed religion;
2. missionary and nonmissionary religion; dan 3. geoghraphical-racial
religion (Anshari, 1986: 117-119).
Agama Sebagai Fitrah Manusia
Apabila mengamati fenomena kehidupan
umat manusia, akan kita dapati suatu kenyataan bahwa mereka adalah para pemeluk
dari suatu agama tertentu. Mereka terdiri dari pemeluk agama seperti Yahudi,
Nasrani, Islam, Hindu, Buddha, Shinto, Konghucu, Tao, dan lainnya. Dalam
kenyataannya yang demikan menunjukkan bahwa manusia membutuhkan agama. Agama
menempati kedudukan yang penting dalam kehidupan manusia.
Peran dan Fungsi Agama
Sebagaimana
tercermin dari arti yang melekat pada kata agama, religion, dan al-din
di atas, agama secara keseluruhan berarti serangkaian atau seperangkat
aturan, ketentuan, dan kaidah-kaidah kehidupan yang harus dipegangi dan
dijadikan rujukan atau petunjuk oleh setiap pemeluk dan penganutnya dalam
menjalankan seluruh aktivitas keidupannya.
Sumber:
Sudrajat,
Ajat dkk. 2016. Dinul Islam. Yogyakarta: UNY Press.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya. Tinggalkan komentar dengan bahasa yang sopan.